BONG CINA SAWANGAN
Indonesia memang kaya akan beragam budaya.
Multi etnis yang ada membuat kita mengenal beragam tradisi. Salah satu tradisi
unik adalah penguburan etnis China yang bisa melibatkan puluhan warga di
sekitar kuburan untuk berpartisipasi. Seperti halnya yang terjadi di Kompleks
Bong Cina Sawangan Purbalingga yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1920-an.
Dukuh Sawangan sendiri terletak di Desa Banjaran, Bojongsari.
Di sebagian lahan inilah terdapat areal
pekuburan yang hampir keselurahannya permanen. Bahkan beberapa bangunan
bernilai sampai ratusan juta Rupiah. Fantastis.
Keberadaan kompleks Bong Cina dikenal warga
secara turun temurun sebagai makam para warga keturunan Tionghoa yang sudah
membeli tanah tersebut sejak awal. Sebagian besar masyarakat sekitar mengenal
tempat ini sebagai "gedung besar, bertangga, tinggi dan bercat putih".
Memang, Bong Sawangan memiliki bentuk yang cukup khas. Terutama di kompleks
utama yang memiliki pagar keliling tinggi berwarna putih. Namun komplek yang
berada di bagian paling depan Bong Sawangan ini tidak dibuka untuk umum.
Sehingga hanya keluarga saja yang dapat masuk.
Menurut salah seorang kuncen Bong Sawangan,
Januri, pekuburan ini memiliki luasan sekira 4,5 hektar. Dengan lokasi yang
sangat luas ini, maka ada 4 orang kuncen yang ditugaskan per blok.
BONG ADALAH GUNDUKAN
Istilah bong hanya didentikan untuk kuburan
warga keturunan Tionghoa. Mengapa bong ? Hal ini dikarenakan bentuknya yang
bergunduk-dunduk tinggi dengan bentuk menyerupai hampir 1/2 lingkaran.
"Kalau makam kita kan tanahnya cenderung rata, kalau ini gundukannya
tinggi", terang Januri.
Bong ini sebagian besar ditanami rerumputan
khusus sementara lainnya akan ditutup permanen. Kesan rapi dan mewah memang
identik dengan rumah peristirahatan terakhir warga etnis Cina ini. "Ada
dua jenis bong Mba, siang kong dan siang yang", ucap Januri.
(Mohon maaf jika ada salah penulisaan. Data berdasar lisan). Siang yang serupa dengan makam yang kita
kenal selama ini. Satu kapling untuk satu orang. Bedanya adalah di ukuran yang
mencapai sekitar 2 x 3 meter. Sedangkan siang
kong adalah satu kapling untuk dua lubang. Atau sebelah menyebelah. Ukuran
siang kong ini minimal adalah 4 x 6.
Ya, tradisi menguburkan suami istri secara
sebelah menyebelah (siang kong) memnag banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini
sesuai dengan tradisi yang dilakukan Kong Hu Chu. Pada masa lalu penguburan
tidak dilakukan sewajarnya sehingga menimbulkan aroma kurang sedap. Kong Hu Chu
pun melakukan perubahan dalam tradisi penguburan mayat ini. Kong Hu Chu
menerapkannya pertama kali pada saat ibunya meninggal dunia. Layaknya
pebguburan istri para pembesar, mayat sang ibu dibawanya ke gunung dengan
iring-iringan dan dimakamkan di sebelah makam ayahnya.
PARTISIPASI
WARGA
Etnis Cina percaya ini seorang hidup
mempunyai hubungan dengan mereka yang sudah meninggal. Manusia hanya sekedar
mewarisi pekerjaan ataupun harta mereka yang sudah pergi. Untuk itulah
seseorang perlu membalas budi para arwah leluhur. Caranya dengan melakukan
upacara pemakaman dan perkabungan yang layak. Sehingga tidak mengherankan untuk
memberikan rumah peristirahatan terbaik, maka dalam beberapa tahun sekali
rumah-rumah ini akan dirombak dan diperbagus. Dan sebagai tanda bakti bong-bong
ini pun rajin dibersihkan setiap hari. Nah, karena itulah warga sekitar Bong
Sawangan pun ikut diberdayakan untuk membantu. Mulai dari perawatan bong setiap
harinya sampai pada proses penguburan yang bisa mencapai 42 orang.
"Tapi
nggak semua orang boleh ikut nggali ya Mba. Hanya orang-orang pilihan",
tutur Januri. Mereka yang ditugaskan untuk ikut menggali kubur, mengangkut peti
dan menguburkannya adalah warga yang dianggap mampu secara sikap, perilaku dan
tutur kata. Proses penguburan ini biasanya menggunakan sistem borongan. Mulai
dari penjemputan di rumah duka, pengangkutan peti jenazah sampai ke memasukkan
peti ke liang kubur.
Lalu mengapa ada puluhan orang yang
dilibatkan dalam proses ini ? “Kayu untuk
peti itu kayu glondongan yang dibentuk mirip lesung bertutup Mba. Biasanya jati
tua atau kayu lain yang terbagus menurut mereka. Karena beratnya itulah, kami
perlu tenaga 40-an orang untuk mengangkutnya. Apalagi jalan di sepanjang bong
ini kan menanjak”, terang Januri.
Adapun proses yang dijalani adalah sebagai
berikut :
- Jip Bok atau penempatan jeazah langsung di dalam peti
- Mai Song atau doa bersama pada malam sebelum pemberangkatan jenazah
- Sang Seng atau pemberangkatan jenazah dari rumah duka ke pekuburan
- Jip Gong atau proses penguburan
- Ki Hok atau tradisi membalik meja
- Sio Siang atau peringatan satu tahun
- Tai Siang atau peringatan tiga tahun
Di Indonesia sendiri, tradisi nomor 6 dan 7
dilaksanakan dengan cara, perlengkapan dan kostum berbeda-beda menyesuaikan di
daerah mana mereka tinggal tanpa mengurangi esensinya. Upacara pemakaman ini
tentu saja ditujukan guna mendoakan mereka yang sudha meninggal agar arwahnya
tenang dan damai serta mendapat tempat terbaik disisi Tuhan. Selain itu juga
sebagai wujud bakti anak pada orang tua. Sedangkan upacara yang kerap dilakukan
berkala ataupun berulang pada seseorang juga bisa menjadi wadah sosialisasi
para pendukung upacara tersebut.
KUBURAN
KUNO
Bong Cina diperkirakan sudah ada sejak masa
kolonial. Pada sekira 1920-an. Dan dikenal sebagai bong terluas di Purbalingga.
Namun untuk mencari mana saja kuburan yang sudah ada sejak masa kolonial, saya
menyerah untuk mengelilinginya.
Meski tak berhasil menemukan kuburan dengan
angka 1920-an, Januri justru menunjukkan sebuah nisan bertuliskan (mungkin)
huruf Kanji yang terletak di semak-semak. Berbeda dari bong lain yang terawat
dan memiliki bentuk indah, makam ini hanya menyisakan sebuah nisan berbentuk
segilima asimetris yang sudah berjamur. Tidak ada gundukan tanah apalagi rumput
yang sengaja ditanam. Januri mengisahkan, saat jaman kecil, dirinya sering
menemukan dupa dan sesaji di nisan ini. Namun sejak tertutup semak banyak orang
yang tidak lagi mengetahui keberadaannya.
Keberadaan nisan ini memang misterius. Karena
sejak tahun 60’an, sudah tidak ada lagi yang mengunjunginya. Menurut Januri,
ada salah seorang pengunjung yang sempat berhasil membaca tulisan pada nisan
ini. Tapi sayang Januri tidak mencatat detailnya. Yang diingatnya dalah angka
600. “Katanya sih ini tertua disini Mba,
tahun 600”, tutur pria setengah abad ini. Namun sepertinya semua ini masih
perlu digali lagi. Bisa saja yang dimaksud adalah sudah berusia 600 tahun,
bukan tahun 600. (Dan sampai tulisan ini diposting, janji team arkeolog
Purbalingga untuk menggali info dari nisan ini belum juga terwujud)
Namun mengingat penuturan Januri yang
mengatakan jika generasi pertamanya (Januri menyebut dirinya adalah generasi
ke-5 pengurus makam ini) mengetahui keberadaan kuburan tersebut saat masih
baru, rasanya mustahil jika kuburan ini berangka tahun 600.
Menurut kisah turun temurun keluarganya,
seseorang yang dimakamkan disini adalah pria muda 26 tahun dan masih lajang. Saat
baru meninggal, kuburannya hampir digali sekawanan harimau. Dan keluarganya
yang tinggal di rumah panggung dekat kuburan pria ini harus sering-sering
melempari kerikil agar harimau menyingkir.
Selain nisan yang disebut kuno ini, ada juga
dua makam yang terlihat berbeda. Januri menyebut jika dahulu orang yang
dimakamkan ini (bernama Theng Djeng Siang) adalah kerabat dari si pria
misterius tersebut.
SILSILAH
Seperti halnya makam yang lain, keberadaan
Bong Sawangan inipun kerap menjadi tempat pencarian leluhur. “Jaman sekarang banyak anak muda yang nggak
kenal engkongnya siapa, makanya kalau ada yang dateng saya tinggal nanya sehnya
apa”, ujar Januri. Cukup dengan bermodalkan nama seh atau sne atau marga
yang mereka ketahui, Januri pun bisa membantu anak-anak muda ini untuk
berziarah ke kubur leluhurnya.
Nah, mengingat satu bong memiliki ukuran yang
cukup luas dengan bangunan permanen, bagaimana jika areal ini habis nantinya? “Sudah disiapkan satu lahan lagi. Luasnya
4,5 hektar”, ucap Januri tanpa mau membocorkan dimana lokasi baru tersebut.
Jika memang demikian, nantinya Purbalingga akan memiliki 6 bong selain bong
Sawangan, bong Karang Duren Bobotsari, bong Kalimanah, bong Bukateja dan bong
Kajongan.
Ya, bong adalah salah satu bentuk tradisi
penguburan bagi etnis Cina. Tradisi memang sangat tidak mudah untuk dilakoni.
Tidak murah jug auntuk dijalani. Namun apapun halangannya ketika hal tersebut
kita percayai maka akan selalu ada jalan untuk mempertahankan tradisi itu.
Dimanapun tempatnya. Mari belajar dari mereka yang begitu kental mempertahankan
tradisi. Karena tradisi adalah identitas kita dimanapun kelak kita berada.
Komentar
Posting Komentar