Langsung ke konten utama

TUGU PERINGATAN SETENGAH ABAD HARI KEBANGUNAN NASIONAL

Tugu Peringatan Setengah Abad Hari Kebangunan Nasional. Inilah kalimat yang tertera dalam prasasti pada tugu ini. Sudah bisa menebak tugu apa yang saya maksud ? #Deng-dong!!. Sudah lah, tidak usah memaksakan diri menerka pada tugu di Purbalingga sebelah mana kita bisa menemukan prasati ini. Karena sebagian besar orang memang tidak menyadarinya.

Oleh : Anita Wiryo Rahardjo



Prasasti ini sebenarnya bisa dengan mudah kita saksikan di replika Tugu Bancar yang kini berdiri di Taman Maerakaca, tak jauh dari Jembatan besar Klawing. Tugu ini termasuk salah satu icon Purbalingga. Bagi yang pernah berwisata kuliner es duren atau masuk ke kompleks Badog Center pastilah bisa dengan mudah melirik keberadaannya. Duuulu sekali orang pernah menyebutnya sebagai tugu totogan Bancar. Sebagian lagi menjulukinya Monas kecil.

Sebuah tugu peringatan pastilah dibangun bukan tanpa alasan. Begitupun dengan tugu yang dibangun pada 1958. Kapan pengerjaannya memang tidak diketahui secara pasti. Saya hanya menebak dari angka yang tertulis dalam prasatinya saja. Tugu ini dikhususkan untuk peringatan 50 tahun Hari Kebangkitan Nasional yang dulu disebut dengan Hari Kebangunan Nasional. Ini mengacu pada angka tanggal yang terukir yaitu 20 Mei.

Yang kita saksikan saat ini hanyalah berupa replikanya saja. Tugu aslinya dibongkar sebelum akhirnya dipindah lokasi. Ya, semula Tugu Bancar terletak di taman kecil pada simpang tiga jalur Bancar (depan Kodim). Memang saat itu masih banyak desain tata kota Eropa yang mempengaruhi setiap pembangunan yang ada. Begitupun dengan taman kecil pada setiap persimpangan besar. Uniknya Tugu Bancar ini berlokasi satu garis lurus dengan titik pusat Alun-alun Purbalingga. Bahkan seandainya kita tengah berada di Alun-alun pun bisa menyaksikan langsung Tugu Bancar dari jauh. Ini seperti yang diutarakan oleh warga setempat yang berusia 50 tahunan. Bahkan pada tahun 1973, tugu ini pun masih terletak di lokasi awalnya. Pada tahun tersebut keberadan tugu yang dipagari rantai besi ini kerap jadi tempat ‘gelendotan” bocah-bocah kecil saat jalan sepi.



Saya sendiri tidak njamani tugu Bancar yang asli. Yang saya ingat (sekitar 2001) tugu ini sudah berlokasi di depan Gedung Wanita. Sekarang gedungnya juga sudah tidak ada dan dialihkan kembali menjadi (RTH) Taman Maerakaca. Kabarnya pun tugu ini sudah sampai dipindah tempat sebanyak dua kali. Namun saya memang tidak ngeh. Yang saya ingat, dulu Monas kecil ini terletak di depan Gedung Wanita dan kini ada di kompleks Maerakaca. Itu saja. Namun ada beberapa catatan yang menulis jika tugu ini pernah dipindah pada tahun 1992. Alasan pemindahannya pun hingga kini tidak jelas. Apakah mengganggu lalu lintas ? Mereka yang mencintai situasi tempo dulu jelas menolak anggapan tersebut. Tapi entahlah, lagi-lagi saya memang belum mendapat kepastian (ehm, plus belum sempat mengeceknya juga ke Gedung Arsip). 

Nah, sekarang yang terpenting adalah bahwasannya replika tugu tanpa ruang ini bukan sekedar sekedar pemanis kota saja, namun sebuah bentuk peringatan terhadap perjuangan Pahlawan yang telah mencikal-bakali persatuan Indonesia. #Selamat-Hari-Kebangkitan-Nasional.

Terima kasih Bu Rien Jarahmuskala Purbalingga, sudah mengantar sampai ke lokasi.

Komentar

Banyak Dicari

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

KASURAN

Otak saya pernah dengan mentah menerima kata “ kasuran ” sebagai  kasur  +  an . Padahal yang dimaksud adalah  ka  +  sura  +  an . Oleh : Anita Wiryo Rahardjo Kasuran merupakan nama jenis rumput yang secara khusus dipakai sebagai bahan utama Wayang Suket khas kecamatan Rembang, Purbalingga. Tepatnya di desa Wlahar. Wayang ini menjadi khas karena hanya seorang saja perajin awalnya. Yaitu Mbah Gepuk . Nama aslinya Kasanwikrama Tunut. Konon  suwargi  melewati masa kanak-kanak sebagai bocah angon yang tentunya akrab dengan alam dan padang rumput nan luas. Menghadapi usia senja, ia banyak menepi dan mulai menganyam helai demi helai rumput kasuran menjadi tokoh – tokoh legendaris dalam kisah pewayangan. Ia aktif membuat wayang suket sejak 1920-an. Meski telah menghadap sang Khalik pada 2002 silam, beberapa karya Almarhum Mbah Gepuk masih kerap dipamerkan. Seperti : Gatotkaca dan Rama Shinta.     Kasuran di Pulau Dewata Kini...