Hati-hati
jika berniat jalan-jalan ke makam yang dikhususkan pada masa jelang Pemilu
seperti sekarang. Alih-alih mendapatkan cerita, yang ada malah disuruh pulang
karena kurang persyaratan. Hehe, ya makam bersejarah,dikhususkan,dikeramatkan
atau apalah istilahnya memang kerap didatangi para calon anggota legislatif.
Hal ini terjadi ketika saya mendatangi makam Kyai Wilah dan keluarganya
beberapa waktu lalu. Beruntung saja, tampang unyu-unyu membuat saya tidak mungkin dikira caleg. Haha. Jadi,
meski tanpa membawa ubo rampe untuk nyekar sepertinya tidak dipermasalahkan.
Antara Makam Kyai Wilah dan Makam Mas Ajeng Lanjar
LOKASI WISATA SEJARAH
Ya, nama
makam Kyai Wilah ini sering bermunculan ketika googling dengan kata kunci
Sejarah Purbalingga. Tokoh ini juga disebut-sebut sebagai salah satu tokoh Islam
yang berpengaruh pada masanya.
Makam Kyai
Wilah dan keluarganya tidak berada dalam satu lokasi. Namun terpencar, meski
masih dalam satu kecamatan. Putrinya yang bernama Mas Ajeng Lanjar dimakamkan
di Karangjambe Wilangan, sedangkan Kyai Wilah serta istrinya dimakamkan di
Wilangan Klapasawit. Sebenarnya jarak antar makam ini tidak terlalu jauh.
Masing-masing hanya butuh sekitar 10 menit berjalan kaki untuk dituju. Baik
makam Mas Ajeng Lanjar maupun Ayahnya ini sama-sama terletak di wilayah yang
berbatasan.
MAS AJENG LANJAR, SIPOTHAT & KYAI WILAH
Makam
pertama yang kami tuju adalah makam Mas Ajeng Lanjar. Makam ini berada di
sebuah area khusus bersebelahan dengan TPU. Pintu gerbang di dekat makamnya
menunjukkan jika makam ini memang mendapat perawatan khusus. Konon, tempat ini
masih ramai dikunjungi pada hari-hari tertentu.
Areal TPU
ini sempat membingungkan kami untuk mencari makam yang dimaksud. Untung saja
kami bertemu Pak Sukarto, warga setempat yang tengah asyik mengumpulkan kamboja
kering. Nah, darinyalah diperoleh informasi jika ternyata makam yang kami cari
justru berada di dekat pintu gerbang. Hanya saja karena bertempat di balik
pohon beringin besar maka tidak terlihat. Sebelum memasuki makam, Sukarto
mengingatkan kami untuk melepas semua perhiasan yang terbuat dari emas. “Panci kedaeh mboten ngagem kuning-kuning
Mba,..”, kata kakek berusia 65 tahun ini.
Dengan
menapaki anak tangga yang berupa akar beringin tua, kami pun memasuki makam
yang ditempatkan dalam lahan sekira 5 meter persegi. Ketiga sisi makam dipagari
oleh batang dan akar beringin, sementara sisi timur makam dipasangi tatanan
batu setinggi ± 50 cm. Suasananya masih sangat asri. Sungai Ponggawa yang
mengalir di dekatnya menjadikan gemericik air menambah hawa-hawa alami hadir
berbalut sahutan cindeleret yang khas. Sukarto mengisahkan jika Mas Ajeng
Lanjar ini meninggal lebih dahulu dari orang tuanya. Hal ini terjadi setelah
Mas Ajeng Lanjar menjadi incaran lamaran para pembesar saat itu. Dan demi
menghindarkan dari situasi yang tidak kondusif, maka Kyai Wilah pun dengan
terpaksa mengorbankan nyawa putrinya.
Sementara
itu menghadapi kenyatan ditinggalkan putri kesayangannya, sang ibu atau istri
Kyai Wilah merasa sangat kehilangan. “Saking
kelayu-layune, ibunipun Mas Ajeng Lanjar lajeng anjlog mawon teng salah
setunggale kedung ingkang wonten lepen Ponggawa”, cerita Sukarto. Kedung
tersebut konon kemudian dinamakan dengan Kedung Wringin yang juga diabadikan
sebagai nama salah satu desa. Sang Ibu lalu dimakamkan di dekat sungai dan
makamnya dikenal dengan sebutan Sipothat.
Sungai tempat istri Kyai Wilah menceburkan diri
Makam Sipothat (depan kiri). Makam ini terletak di tengah pemukiman
Sedangkan
makam Kyai Wilah sendiri terletak diantar keduanya. Beberapa anak kecil
terdengar menyapa dengan ramah. “Badhe
nyekar nggeh Mba, Mas ?”, kata mereka sembari berlarian. Hmm, sepertinya
memang banyak peziarah yang sering menuju kemari.
Hujan yang
mulai sering mengguyur pada Desember ini membuat ilalang tumbuh tinggi di
kompleks makam-makam ini. Yang unik, di makam Kyai Wilah ini adalah akar pohon
yang menaunginya seolah membentuk relief tersendiri di badan makam. “Dulu pernah ada juga yang akan membuat
kedung di dekat makam ini , tapi nggak pernah bisa berhasil, “ kata
Sukarto. Lalu siapakah sebenarnya Kyai Wilah ini ?
Makam Kyai Wilah
PANGLIMA PASIR LUHUR
Tidak
banyak informasi yang berhasil saya kumpulkan mengenai sosok ini. Sukarto hanya
berkali-kali menyebut, “Kaitane kalih Banyak Sosro”. Sementara itu, dari data
yang dimiliki salah seorang pengamat sejarah Purbalingga, Triatmo, dikatakan Kyai
Wilah adalah Panglima perang dari Pasir Luhur. Disebutkan juga Kyai Wilah masih
merupakan menantu dari Adipati Pasir Luhur, Kandha Daha.
Dituliskan
jika Kyai Wilah adalah seorang panglima yang gagah perkasa dengan keberanian
yang luar biasa. Sehingga tidak jarang ia memperoleh banyak tanda jasa dan
penghargaan. Suatu waktu Adipati Kandha Daha meneima surat dari Adipati Bonjok
(Banyumas) yang isinya adalah bentuk lamaran pada salah seorang putrinya yang
ternyata sudah menjadi istri Kyai Wilah. Mengetahui surat tersebut, Kyai Wilah
merasa terhina dan segera menemui Adipati Bonjok.
Dalam
pertempuran antar keduanya, kuda Adipati Bonjok roboh terkena tombak Kyai Wilah
sehingga menyulitkan tuannya menagkis serangan. Sementars Kyai Wilah sendiri
juga terluka parah, sehingga pincang. Ditengah kondisi fisiknya yang tengah
melemah, Kyai Wilah mendengar kabar jika jabatannya akan digantikan orang lain.
Karena merasa malu, maka secara diam-diam Kyai Wilah melarikan diri ke
Purbalingga bersama putrinya. Mereka menetap di dukuh Wilangan Klapasawit
sampai akhir hayat mereka.
Nah, pada
hasil penelusuran Triatmo ini tidak dijelaskan apakah istri Kyai Wilah
mengikuti kepindahannya atau tidak. Namun masyarakat sekitar percaya jika makam
Sipothat adalah makam ibunda Mas Ajeng Lanjar.
Satu hal yang masih membuat say abingung sampai hari ini adalah keengganan Sukarto untuk berbagi kisah yang diketahuinya secara detail. Alasannya ? "Nanti Mba-nya juga akan didatengin sendiri". Hmmm, masalahnya karena saya tak kunjung "didatangi" mungkin yang paling tepat adalah kembali menemui Pak Sukarto untuk diceritain secara langsung ya. Hehehe.. Semoga ada kesempatan untuk datang lagi dan dapat informasi lebih detailnya.
Kini nama Kyai Wilah juga diabadikan sebagai
nama saluran irigasi di Kalimanah.
Iku leluhur desa kami...
BalasHapusQu bangga da sejarah pnting d desaku
BalasHapusMakasih mas'e sudah mampir. Kalau ada info tambahan monggo silakan di share saja ya. Nuwun
HapusAss. Maaf, sebenarnya makamnya masuk wilayah wilangan desa klapasawit, kedungwuluh apa karangjambe yea ? Karena itu di antara zona segitiga. Thk
BalasHapusWaalaikumsalam... klo menurut warga yg kami temui, makam kyai wilahnya termasuk wilangan klapasawit. Monggo kalau2 panj mbok malah punya informasi yg lebih tepat. Matur nuwun.
Hapusassalamu'allaikum,, perkenalkan saya ari, saya asli karangjambe,, https://karangjambe.desa.id/kyai-wilah-pahlawan-lokal-purbalingga/
Hapusapabila pemilik blog ini masih aktif mohon hubungi saya terimakasih. WA 085842969826
Waw keren
BalasHapusMasuk wilayah karangjambe..
BalasHapus