Langsung ke konten utama

JALAN - JALAN KE GOA GENTENG






Goa Genteng. Nama ini sesungguhnya cukup asing bagi masyarakat Purbalingga. Meski beberapa blog pribadi sempat menuliskannya sebagai salah satu tujuan wisata di bhumi Perwira ini. Namun hanya petunjuk berlokasi di Candinata sajalah yang menjadi informasi dari goa hasil lelehan larva ini.

Dikarenakan penasaran beberapa waktu yang lalu, Goa Genteng pun menjadi target jalan-jalan kami. Jalan menuju lokasi tidak dapat diblang mudah. Berada di kawasan perbukitan, menjadikan tidak ada kendaraan (bahkan sepeda motor sekalipun) untuk menjangkau lokasi. Team-pun harus berjalan kaki naik turun bukit untuk menemukan keberadaan Goa Genteng ini.



Terletak di dusun Karang Jengkol desa Candinata goa ini berjarak sekira 8 km dari pusat kota. Perbukitan di sekitar Goa Genteng sebagian difungsikan sebagai ladang-ladang warga. Sehingga sepanjang perjalanan, beberapa warga yang tengah berladang masih dapat kita temui.

Dengan diantar salah seorang warga, team-pun berhasil menuju Goa Genteng. Mulut goa-nya cukup kecil, namun masih cukup untuk masuk satu orang dewasa. Tumbuhan liar di sekitar mulut goa seolah menunjukkan jika goa ini tidak sering dikunjungi. Tepat di samping gua terdapat sungai bernama Kajar. Namun tidak ada setetes air pun yang terlihat di Kali Kajar ini. Entah saat musim penghujan. 




Ketika melongok di dalam goa, salah seorang anggota team melihat beberapa undakan menuju ke dalam goa. Namun karena sangat gelap dan pengap, maka team-pun memutuskan tidak masuk. 



KISAH RADEN KALIGENTENG

Sementara itu, beberapa petani yang kami temui mengatakan jika goa tersebut dahulu merupakan tempat bertapa Raden Kaligenteng putra Bupati Kertabangsa. Lalu siapakah tokoh-tokoh ini ? "Sengiyen cerita Kaligenteng niki sampun nate dimainaken teng ketoprak radio", tutur salah seorang petani tanpa mau menceritakan kisah detailnya. Sedangkan salah seorang yang bekecimpung di zona budaya lokal Purbalingga mengatakan asing dengan goa genteng ini.


Hmmmm, ada apakah sebenarnya dibalik kisah Kaligenteng ini ? Berhubung tak jua kunjung mendapatkan narasumber, maka googling menjadi pilihan terakhir. Mau tau lebih lengkapnya juga? Silakan klik Cerita rakyat dari Banyumas - Page 13 - Google Books Result

( thx to Luke & Yatno) 


Komentar

  1. Gini aku ki wong purbalingga. Dadi ngene mas, bener gua genteng ki dulune pernah go tapa ning raden genteng putrane raden kertabangsa yaiku demang pertama purbalingga. Dadi ngene awale bisane raden genteng tapa ning gua gnteng iku akibat kesabet keris setan kober yaiku kerise mas genteng dewek, tapi keris kue di colong dening rade mas (kelalen) tepate demang sokaraja sing ora laine dulure dwek. Dadi ngnoh awale pusaka keris kue di colong dening demang sokaraja, tanpa sepengetahuan mas genteng. Alhasil mas genteng di kongkon ning raden kertabangsa(bapake mas genteng) lon golet pusaka kui, carane ngambi ngadake wayang. Yen wong mbien ndeleng wayang kue mesti gawa keris. Wayang kue nek ra salah di adake ning desa belik. Akan tetapi tetep ora nemu keris setan kober kang lagi di golet mas gnteng mau. Mbuh pie critane lanjute mas gnteng mau slek kambi dulure ning sokaraja. Alhasil deweke gelut kan kui, lah akibate gelut mau sing neng sokaraja ngtoke keris, lah deleng keris kui raden mas genteng paham. Wong kui keris sing lagi di golete. Ahire perang kan mas genteng kambi sokaraja. Lah pas perang kui mas genteng kesabet keris mau sing di colong nang sokaraja (keris setan kober) alhasil raden genteng arubah wujud dadi naga. Lanjut cerita raden mas genteng sing awujud naga balik marang purbalingga metu kali pelus. Nah mula di arani kali pelus amarga maune ana naga liwat kaya pelus. Mula wong purbalingga ra oleh adus nang kali pelus mbok kena apa apa mergo mbiene ngnoh. Lanjut mas genteng wadul marang bapake raden kertabangsa. Ndelok posisi kue raden kertabangsa ra trimo yen anake di kayakuekna ning sedulure dwek alhasil raden kertabangsa geloo. Ndawuh raden mas genteng kon tapa ning sikile gunung mas (g.slamet) kon ngetutke kali sing jenenge kali kajar. (Pol kali kajar ana gua) banjur raden kertabangsa dawuh marang mas genteng kang awujud naga "deweke aja tangi yen udu aku sing nangike" . banjur lanjut crita raden kerta bangsa ora trimo. Deweke marani marang sokaraja. Dadi lah perang barata yuda purbalingga - sokaraja. Neng perang kua ntong kabeh purbalingga ntong sokaraja ntong ketekan raden kertabangsa lan raden sing neng sokaraja bubar kabeh. Lah ning perang kue raden kertabangsa ngetoke pusaka batok(kelalen) lan payung(kelalen) dadi mau perang kan? Musnah kabeh lah pusaka mau mabur ming purbalingga awujud wringin kembar mulane maune wringin siji kaya batok wringing loro kaya payung. Lah amarga perang kui mulo akeh omongan yen wong pbg ra lih bojo kambi wong sokaraja. Lanjut tapane mas gnteng langka sing bisa nangikna akibat raden kertabangsa mau pada pada bubar ning perang. Akibate raden genteng istilaeh muksa ning gua mau. Deweke esih awujud naga. Lah petilane rangka nagane ono ning nggonku. Yen arep crita lengkap teka ngeneh ning desa kr.cegak dusun penurupan. Golete bangun sugito. Deweke apal sejarah purbalingga.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATIK PURBALINGGA DIMULAI DARI ERA NAJENDRA

Sore yang terbalut hujan. Seketika nama udan liris mampir di pikiran. Eh, lalu bagaimana dengan truntum, kawung, lumbon, sekar jagad atau bahkan cebong kumpul ? Semarga kan ? (Oleh : Anita W.R.) Pertanyaan itu kian menggelitik setelah pertemuan pertama saya dengan seseorang ini terjadi pada Desember 2013. Satu kalimat yang saya ingat darinya adalah " Batik Purbalingga itu sudah punya khas sejak awal ". Antara takjub, bingung dan tidak mudheng , rangkaian penasaran itu saya endapkan hingga menuju 2 tahun. Ya, bicara Batik, banyak informasi, artikel sampai literatur yang membahasnya. Namun batik Purbalingga, hanya sekelumit yang saya ketahui. Padahal saya ada di kota ini sejak lahir dan tinggal dikelilingi beberapa pembatik sepuh. Memori saya pada bagian ini sepertinya tidak terlalu baik, sampai-sampai sulit membacanya. Tapi kalau boleh, ijinkan saya menyebut nama mereka satu per satu. Eyang Din, Mbah Sastro, dan Mbaeh Nana adalah nama-nama pembatik sepuh yang...

Petilasan Mundingwangi di Makam Wangi

Beberapa tahun silam, seorang sepuh sempat memperingatkan saya untuk tidak dulu memasuki Makam Wangi (Stana Wangi) karena salah hari. Namun kini dengan berstatus desa wisata, saya dapat mengunjungi Makam Wangi kapanpun sekaligus menikmati panorama desa Pagerandong, kecamatan Kaligondang. • oleh : Anita Wiryo Rahardjo • Agenda Sesaji Larung Gintung kembali membawa saya ke Makam Wangi. Banyak hal berubah setelah sekian tahun. Dulu, kami tidak disarankan mengendarai sepeda motor sampai di depan Makam Wangi karena jalanan yang ekstrem dan masih berupa kerikil tajam. Sekarang ? Mobil pun dapat melaju lancar. Namun tetap harus hati-hati. Kontur jalannya memang naik turun dan berkelok. • Di   dalam hutan • Dari kejauhan, tampak satu lahan seolah terpisah. Perbukitan. Rimbun ditanami pepohonan dan bambu. Inilah Makam Wangi. Lahan sekira 3 hektar ini tepat berada di tepi Sungai Gintung. Selain beragam bambu, kita dapat menemukan banyak jenis tumbuhan buah. Salah...

Brambang Jae dan Larangan Pementasan Wayang Kulit

Nama petilasan ini adalah Brambang Jahe. Nama yang unik ya? Cukup menggelitik tanya di benak, apakah di petilasan ini terdapat pohon bawang merah dan pohon jahe. Yang tentu saja jawabannya adalah tidak. Petilasan brambang Jahe ini sudah masuk dalam daftar inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) kategori bangunan makam. Meski nilai sejarahnya masih dipertanyakan, namun kecenderungan masyarakat menyakralkan tempat ini dan juga folklore yang terus hidup menjadikan Brambang Jahe sebagai salah satu petilasan yang diistimewakan. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai kuburan Brambang Jahe. Brambang Jahe terletak di Kelurahan Purbalingga Kidul, tepatnya di utara Stadion Guntur Darjono Purbalingga. Dahulu, makam ini terdapat di tengah persawahan. Tidak ada seorangpun yang berani membongkarnya. Bahkan sampai ketika tempat tersebut disulap menjadi stadion skala nasional pun, Brambang Jahe tetap ada. Dan untuk melindunginya dari tangan-tangan jahil, dibangunlah pagar keliling pada ma...